INSENTIF KARBON PADA HUTAN MANGROVE DI PERHUTANAN SOSIAL
26 September 2022 11:11:33 WIB 646 BERITA Dinas Kehutanan

  • Reposted from FB @yozarwardi

    Saya ingin melanjutkan cerita hasil kunjungan beberapa hari yang lalu ke Hutan Nagari Katiagan Jorong Mandiangin Nagari Katiagan Kecamatan Kinali Kab. Pasaman Barat.

    Hasil pengamatan lapangan menunjukan lebih dari separuh wilayah kelola Hutan Nagari adalah ekosistem mangrove. Dan sebahagian besar masih utuh dan asri. Namun di beberapa spot arah ke daratan terdapat bukaan atau perambahan. Dan kawasan yang dibuka ini digunakan untuk membuat kebun kelapa sawit.

    Di berbagai daerah, tekanan terhadap ekosistem mangrove sangat tinggi. Namun mangrove di hutan nagari Katiagan masih relatif bisa dikendalikan sehingga terlihat masih utuh dan berfungsi baik.

    Peran serta masyarakat dalam melestarikan ekosistem mangrove sangat penting. Kekuatan menjaga kearifan lokal menjadi modal sosial pengelola hutan nagari bersama tokoh masyarakat dan pemerintahan nagari menjaga dan memastikan keberadaan ekosistem mangrove. Sekaligus memastikan keberlanjutan kemanfaatan dari keberadaan mangrove.

    Upaya-upaya ini patut diberikan apresiasi, karena mampu mempertahankan pohon mangrove.

    Menjaga keberadaan pohon mangrove, berarti juga menjaga stok karbon yang terdapat pada ekosistem mangrove.

    Konon ekosistem mangrove memiliki potensi serapan karbon yang cukup tinggi. Hasil analisis data dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menunjukkan bahwa hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampu menyerap 52,85 ton CO2/ha/tahun yang lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan estimasi global (26,42 ton CO2/ha/tahun).

    Tidak bisa dipungkiri bahwa kearifan lokal masyarakat di perhutanan sosial dalam mempertahankan stok karbon yang terdapat di hutan mangrove merupakan kontribusi nyata dalam Folu Net Sink 2030.

    Berapa stok karbon yang terdapat di lokasi tersebut, tentu bisa dihitung dengan bantuan akademisi ataupun dari institusi kehutanan.
    Pertanyaannya adalah kompensasi apa yang diperoleh masyarakat yang secara nyata telah mempertahankan stok karbon mangrove.

    Bila kita hanya berhitung peningkatan stok karbon saat didaftarkan (P.0) dan menghitung kembali setelah lima tahun kemudian (P.5) atau bahkan di tahun 2030, maka pastilah sedikit sekali pertambahannya.Sudah sepantasnya dilakukan penghitungan terhadap upaya yang telah dilakukan masyarakat setempat selama ini, sehingga keberadaan mangrove masih terjaga dengan baik. Stok karbon mangrove masih tetap ada.Meskipun mereka tidak meminta apapun. Meskipun mereka melakukan itu karena didasari oleh asas kemanfaatan terhadap keberadaan ekosistem mangrove. Namun terpenting adalah mereka telah berkontribusi positif dalam menjaga kelestarian hutan mangrove. Sekaligus menjaga stok karbon di hutan mangrove.Mereka telah berkontribusi bagi bangsa Indonesia.Selain itu pemberian insentif kepada Kelompok PS, KTH, Nagari/Desa, Kabupaten dan Provinsi yang mampu memotivasi mereka untuk terus menjaga kelestarian hutan mangrove dan sekaligus mempertahankan stok karbon.Selanjutnya pemberian insentif ini akan mendorong dan memotivasi kelompok masyarakat yang lainnya untuk turut menjaga dan melestarikan hutan mangrove.Sehingga pada akhirnya secara nasional, kita mampu mempertahankan stok karbon, bahkan menambah stok karbon, berkat partisipasi masyarakat sekitar hutan mangrove, terutama pada lokasi Perhutanan Sosial.Mudah-mudahan Perhutanan Sosial di Sumatera Barat, menjadi yang pertama peroleh insentif. Semoga saja, insya Allah.